Lagi-lagi
tentang seni tari yang diperlombakan.
Siang
ini saya mengunjungi tempat dimana diadakan pelatihan tari. Pelatihan tari
dilaksanakan hamper setiap tahunnya dengan tujuan penularan tarian sebagai
materi perlombaan dibidang seni tari. Senang rasanya bertemu teman-teman
se-profesi yang sudah sekian lama tidak bertemu. Sedikit berkangen-kangenan
dengan mereka sambil berlatih tari bersama.
Saat
tiba waktu istirahat saya sempat berbincang-bincang dengan seseorang yang mengalami
sebuah kekecewaan. Seseorang yang menceritakan ketidakpuas dengan sebuah hasil
lomba tari. Beliau membeberkan kekecewaannya atas hasil keputusan dewan juri
pada lombanya yang lalu. Seperti yang saya uraikan pada tulisan saya yang lalu
“ketika seni diperlombakan” bahwa lomba seni lebih banyak member ketidakpuasan,
lebih banyak membuat kekecewaan. Bukan berarti tidak mau menerima
kekalahan,bukan berarti menolak kekalahan, tetapi tidak terima karena
kekalahannya tidak sesuai dengan petunjuk yang ada. Merasa dicurangi, karena
beliau menganggap pemenang yang lebih baik dari grupnya tidak sesuai dengan
petunjuk pelaksanaan lomba.
Setiap
ada perlombaan pastilah ada petunjuk pelaksanaanya atau biasa disebut dengan
juklak. Dalam sebuah juklak berisi tentang apa dan bagaimana materi yang akan
dilombakan. Misalnya tentang materi tari yang dilombakan, jumlah penari,
iringan tarian, serta kostum. Kemudian pelaksanaan lomba juga diatur dalam
sebuah juknis (petunjuk teknis) lomba tersebut.
Tentu
saja petunjuk tersebut harus dipahami dengan baik oleh semua unsure baik itu
peserta lomba, juri lomba maupun panitia lomba.
Seorang
juri harus memahami beul apa yang akan dinilai. Seorang juri harus memahami
betul materi yang akan mereka amati untuk mereka nilai. Memahami betul setiap
materi yang disajikan peserta, apakah sajian peserta sesuai petunjuk atau
tidak. Jangan sampai seorang juri tidak memahami petunjuk-petunjuk yang sudah
ditentukan panitia. Jangan pula keputusan dewan juri menjadi tidak adil karena
ketidakpahaman juri. Sehingga tidak ada peserta yang dirugikan atas keputusan
yang tidak dapat diganggu gugat.
Satu
contoh. Apabila dalam sebuah petunjuk dituliskan bahwa jenis tariannya adalah
sebuah garapan baru, maka juri harus benar-benar jeli melihat apakah tarian yang
disajikan peserta benar-benar merupakan tarian garapan baru atau bukan. Apabila
ada peserta yang menampilkan tariannya tidak sesuai petunjuk, maka juri berhak
mendiskualifikasi dengan tegas peserta tersebut. Dari sinilah pemahaman tentang
tarian harus dikuasai betul oleh sang juri.
Demikian
halnya bagi peserta. Meskipun peserta lomba adalah siswa, namun guru yang
bersangkutan harus memahami betul materi yang dilombakan. Guru sangat
diwajibkan mempelajari, memahami dengan seksama petunjuk pelaksanaan lomba,
baik itu bentuk tarian, jenis tarian, konsep tarian,sampai pada kostum tarian
yang digunakan harus benar-benar sesuai dengan petunjuk yang sudah ditetapkan
panitia. Jangan sampai penyajiannya bagus tetapi tidak sesuai dengan petunjuk.
Hal ini akan berpengaruh pada anak-anak sebagai pelaku dalam pelaksanaan lomba.
Bagi orang awam (seperti orang tua siswa, penonton, dan siswa itu sendiri,
penampilan bagus sudah tentu dapat juara. Apabila penampilan bagus namun sajian
tidak sesuai petunjuk maka sudah pasti akan didiskualifikasi oleh dewan juri.
Hal inilah yang akan membuat anak-anak kecewa karena merasa penampilan mereka
bagus namun tidak menjadi juara hanya karena kurangnya pemahaman dari sang
guru.
Selanjutnya
bagi panitia, harus pula memahami petunjuk tersebut dan diadakannya kesepakatan
antara panitia dan dewan juri sebelum pelaksanaan lomba. Untuk menghindari rasa
subyektivitas bagi peserta lomba,
sebaiknya panitia menentukan dewan juri dari kalangan yang benar-benar memahami
sesuai bidangnya, dan sebaiknya dihindari dewan juri dari kalangan sendiri, ada
baiknya dipilihkan dewan juri dari luar daerah atau dari guru diluar jenjang
lombanya. Missal kalau perlombaan tari tingkat SD dipilihkan dewan juri dari
guru-guru tingkat SMP atau SMA. Begitu pula sebaliknya. Dengan demikian tidak
ada orang yang merasa dirugikan. Kekecewaan dapat diminimalisir.
Namun
demikian seni tetaplah seni… ada baiknya seni bukan sebagai ajang perlombaan
namun seni sebagai ajang apresiasi saja. Berharap demikian adanya.
Semoga
bermanfaat.