Seni…
segala sesuatu yang mengandung unsure keindahan. Seni lahir dan berkembang
bersamaan dengan lahirnya manusia. Seni…ada dan pasti dimiliki oleh semua
manusia. Jadi seni dapat dikatakan sebagai isi dari diri manusia itu sendiri. Sungguh
sangat mengherankan, bahkan ini menjadi suatu pertanyaan yang dari dulu,
beberapa tahun yang lalu saat saya mulai terjun dibidang seni, bahwa ada
perlombaan seni. Mengapa harus ada lomba
seni? Mengapa seni harus diperlombakan?
Seni
itu subyektif. Seni itu asupan batin. Seni itu sulit ukurannya. Seni itu bagian
dari diri pribadi masing-masing orang, dan masing-masing orang itu memiliki standar
penilaian yang berbeda pada bagus atau tidaknya sebuah karya seni atau
sebuah penampilan. Namun itulah fenomena yang terjadi di negeri ini
bahwa ada beberapa perlombaan seni hampir ditiap tahunnya. Bahkan sudah menjadi
agenda tahunan baik tingkat Kota/Kabupaten, tingkat Propinsi bahkan sampai
tingkat Nasional.
Seni
diharapkan sebagai pemersatu bangsa. Seni diharapkan dapat menjadi jembatan
komunikasi antar manusia. Namun kenyataan yang terjadi, bahwa seni bukan lagi
menyatukan namun membuat perpecahan, ketidakcocokkan, ketidak puasan dari
orang-orang yang merasa menampilkan sesuatu yang baik namun tidak memperoleh
juara.
Hampir
setiap tahun, ada saja orang yang curhat kepada saya karena kalah
dalam perlombaan seni. Bahkan lebih parah lagi, selesai menjadi juri, seorang
juri sebuah perlombaan seni harus mengalami sesuatu yang tidak menyenangkan
karena mendapat terror sms dari orang yang merasa terkalahkan. Bahkan pengalaman
pribadi, saya harus meladeni seseorang yang tidak puas dengan keputusan para juri disebuah
ajang lomba seni tari dengan menjawab dan menjelaskan setiap pertanyaan dia
tentang kekalahannya. Sangat manusiawi memang apa yang dilakukan orang
tersebut. Apalagi bila jumlah peserta sangat banyak, juri tetaplah manusia yang
memiliki keterbatasan ingatan dalam mengingat-ingat seperti apa sih penampilan
nomer 1? Nomor 2? Dan nomor 30? Meski masing-masing juri memiliki catatan namun
catatan itupun tidak bisa membantu dalam mengingat seperti apa sih penampilan
yang sudah berlalu. Apalagi bidang seni
tari dan seni musik. Kalau seni lukis masih bisa diingat-ingat, karena karya
seni lukis ada wujud nyatanya. Sedang seni tari dan seni musik/permainan alat
musik tidak ada wujud nyatanya. Meski setiap cabang seni memiliki
patokan/parameter dalam setiap penilaian, namun tetap saja akan menimbulkan
ketidakpuasan seseorang dalam menerima sebuah kekalahan di bidang seni.
Jadi…masih
perlukah diadakannya LOMBA SENI????? Apa tidak sebaiknya seni ini dijadikan
ajang festival bukan perlombaan? Sepertinya perlu ada pemikiran panjang dan
matang untuk menentukan hal ini. Siapa yang dilibatkan??? Seniman??? Pemerintah???
Psikolog??? Guru Seni??? Pejabat??? Atau siapa??? Agar pendidikan seni di Negara
ini tidak menjadi ajang pertengkaran.
No comments:
Post a Comment